Elegi untuk Arfi


“Dari mana asalmu?”

“Bantaeng, Pak.”

Jawaban anak muda itu membuat saya tertegun. Biasanya, dari kabupaten mana pun asal mereka, mahasiswa perantau asal provinsi Sulawesi Selatan di pulau Jawa pasti akan menyebut “Makassar” sebagai kota asal mereka. Bukan apa-apa, dari 24 kabupaten dan kotamadya yang bernaung di bawah wilayah Sulawesi Selatan, mungkin hanya nama Makassar-lah yang paling dikenal luas.

Tapi mahasiswa bernama Muhammad Rizqi Arfian itu dengan bangga dan tegas menyebut ‘Bantaeng’ sebagai asal daerahnya. Mungkin ini merupakan imbas positif dari semakin majunya Kabupaten Bantaeng, yang terpilih menjadi daerah terbaik dari sisi investasi tahun 2014.

Sejak percakapan pertama saya tadi dengan Arfi, nama panggilan Muhammad Rizqi Arfian, anak muda itu selalu mencuri perhatian saya. Bukan hanya karena kami sama-sama berasal dari Sulawesi Selatan, melainkan karena ia merupakan mahasiswa yang ‘berkualitas’. Ketika saya mengajar mata kuliah Sistem Informasi Manajemen 1, dia selalu duduk di barisan depan dan mengikuti perkuliahan dengan sorot mata berbinar-binar. Di saat teman-temannya di barisan belakang terkantuk-kantuk atau bermain-main dengan gadget mereka, Arfi selalu terlihat fokus akan setiap kata yang keluar dari mulut saya.

Begitu pula di saat saya sering mengalami ‘dead air’, yaitu saat-saat ketika dosen mengajukan suatu pertanyaan dan tidak ada mahasiswa yang menjawab, Arfi selalu mengembuskan udara segar dengan menjawab pertanyaan tersebut. Jawabannya tidak selalu benar, memang, tapi menurut saya di situlah esensi dari menuntut ilmu.

Seperti kata Wiji Thukul, apalah gunanya semua buku di tangan kita jika kita hanya bungkam. Arfi sebagai mahasiswa Administrasi Bisnis Universitas Telkom angkatan 2012 seakan paham betul tanggung jawab itu. Di luar jam pelajaran kampus, dia aktif di beberapa kegiatan kemahasiswaan. Yang paling menonjol mungkin berupa partisipasinya mewakili kampus Universitas Telkom di beberapa kompetisi antaruniversitas, di antaranya lomba kasus bisnis (Business Case Competition) di Universitas PPM pada akhir 2014 lalu. Meskipun tidak menang, tapi kembali lagi, kan, menang atau kalah hanyalah status yang disematkan kepada hasil. Proses adalah warna-warni yang pada akhirnya akan selalu diingat.

Maka, ketika kembali menemukan Arfi di kelas Sistem Informasi Manajemen 2 pada semester genap tahun ajaran 2014-2015 lalu, saya memberinya sedikit tanggung jawab lebih: menjadi ketua kelas. Peran sebagai ketua kelas memang mungkin dirasa hambar bagi sebagian besar mahasiswa. Apa enaknya menjadi asisten dosen seperti menghapus papan tulis atau menjadi pengumpul tugas seluruh peserta kelas? Tapi Arfi menjalani semuanya dengan senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Terlebih lagi, dia mengemban tugas sebagai ketua kelas itu tanpa meninggalkan atribut-atribut mahasiswa teladan yang telah melekat dirinya, seperti selalu hadir di kelas sebelum pelajaran dimulai, mengerjakan tugas tepat waktu, dan bagi saya pribadi… membantu mengatasi ‘dead air’ di depan kelas yang pasif.

Muhammad Rizqi Arfian adalah jenis mahasiswa yang diinginkan dosen mana pun berada di kelasnya. Akhirnya tanpa banyak pertimbangan, nilai A saya hadiahkan kepadanya untuk kelas Sistem Informasi Manajemen 1 dan 2.

Beberapa minggu, bahkan bulan belakangan ini, Arfi tidak lagi berada di kelas saya. Ia sudah menginjak semester 8, di mana semua mata kuliah telah ditempuhnya dan tinggal satu tugas besar yang harus diselesaikannya sebelum menjadi sarjana, yaitu skripsi. Tidak sembarang mahasiswa bisa kuat mental menghadapi kata berawalan ‘S’ tersebut. Hanya sedikit sekali teman seangkatan Arfi sesama mahasiswa Administrasi Bisnis angkatan 2012 yang sukses menyelesaikan skripsi mereka dan lulus kuliah di akhir semester 7.

Namun Arfi mungkin bukan sembarang mahasiswa. Setiap kali saya keluar dari ruang dosen, saya mendapatinya duduk bersila di depan ruangan, menunggu dosen pembimbing skripsinya. Ia menunggu dengan sabar seperti patung Hachiko di Jepang. Jika berpapasan dengannya, ia pasti dengan sopan akan tersenyum kepada saya, dan saya akan membalasnya pendek, “Semangat!”.

Karena seperti menjalani hidup, skripsi pun harus ditempuh dengan penuh semangat.

Namun seluruh isi alam semesta ini memang harus kembali ke kuasa Tuhan Yang Maha Esa, selaku penulis skenario masa depan Arfi yang cerah dan menjanjikan. Dia-lah yang berkuasa penuh atas semua ciptaan-Nya, termasuk menuliskan akhir berbeda bagi kehidupan Arfi. Pada hari Sabtu, 7 Mei 2016, pemuda penuh semangat itu mengembuskan napas terakhir. Tuhan YME berkehendak lain dan memanggil Arfi ke hadapan-Nya.

Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.

Hampir semua yang mengenal almarhum berduka, karena ia telah meninggalkan kesan positif sepanjang hidupnya. Saya sendiri cukup bersedih setiap kali mengingat potensi besar yang bisa diberikan anak itu untuk masyarakat di sekitarnya. Namun, apa boleh buat, kita semua memang pada suatu saat akan kembali ke pangkuan Yang Maha Kuasa.

Jika ingin berkunjung ke ‘makam virtual’ Arfi, silahkan berkunjung ke sini:

http://coretanarfi.blogspot.co.id/

Rest in peace, Muhammad Rizqi Arfian. Vaya con Dios.

Sampai bertemu lagi di kehidupan selanjutnya.

IMG-20130115-002231
sumber: blog pribadi Arfi

 


Leave a Reply